19.3.13

Develop a Winning Program


Coach your team to do the following five things and you will develop
a winning program:

1. Get in great physical condition. (Most players should be able
to get in condition to play an entire game.)

2. Play together on offense. ("We" instead of "I".)

3. Minimize turnovers. (Players must be taught to appreciate the 
value of the ball.)

4. Play good defense.(Players will not play defense unless the
coach makes them.)

5. Reduce fouling. (Careless fouls are the result of poor coaching).

why so serious #60


menunggu sang anak bermain bola

why so serious #59


"Aaaahhhhhh......"

18.3.13

Tan Malaka Pecinta Sepakbola


Sosok laki-laki berwajah tegas dengan sorot mata tajam itu melangkah gagah memasuki lapangan sepak bola Bayah, Banten. Tanpa alas kaki, pria bertubuh kecil itu mulai beraksi. Di tengah temaram senja kota Banten, ia seakan menari ketika memainkan bola dengan lincah dan telaten. Puluhan penonton pun terpesona, melihat kehebatan pemuda itu yang mempunyai nama lengkap Ibrahim Datuk Tan Malaka.
Tan Malaka

Tan Malaka memang merupakan salah satu dari pejuang bangsa yang mencintai sepak bola. Namanya pantas disandingkan dengan tokoh-tokoh besar lain, seperti Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Soekarno, hingga MH Thamrin yang ingin menunjukkan bahwa bangsanya juga manusia. Melalui sepak bola, mereka ingin menegaskan kemanusiaan bangsa Indonesia itu. Bagi mereka, olahraga itu adalah simbolisasi tekad mengangkat harkat martabat bangsa, bukan ajang pertarungan gengsi dari sejumlah pengurusnya yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan materi seperti menggejala saat ini.
Lahir di Nagari Padam Gadang, Suliki, Sumatera Barat, pada 2 Juni 1897, sejak kecil Tan Malaka akrab dengan sepak bola. Ayahnya, Rasad Chaniago, adalah pegawai rendahan. Sedangkan ibunya, Sinah Simabur, seorang ibu rumah tangga. Dalam keluarga, Tan adalah sulung dari dua bersaudara. Sang adik, Kamaruddin, usianya enam tahun lebih muda.
Di usia muda, Tan Malaka adalah potret bocah laki-laki Minangkabau. Selain sepak bola, seperti layaknya anak Sumatera Barat lainnya, Tan juga gemar berenang di sungai hingga bermain layang-layang. Sifatnya keras dan pemberani, namun juga cerdas. Ini membuatnya berbeda dari anak lainnya. Tan selalu berusaha bisa lebih baik dari teman-teman sebaya walaupun hanya dalam sebuah permainan sepak bola.
Pada akhirnya, sifat itulah yang membuat Tan Malaka menorehkan tinta emas dalam sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia. Karena kecerdasannya itu pula, ia kemudian direkomendasikan sejumlah guru untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Guru Negeri, Fort de Kock, yang muridnya khusus hanya dari kalangan ningrat dan pegawai tinggi.
Terkenal di Belanda
Di saat usianya menginjak 16 tahun, Tan Malaka kemudian melanjutkan pendidikannya ke Rijks Kweekschool di Harleem, Belanda pada 1913. Di kota itulah, Tan terkenal dalam urusan sepak bola. Meski tingginya hanya 165 cm, ia beberapa kali membuat rekan-rekannya kagum karena ketangkasannya menggiring si kulit bulat.

Selama dua tahun (1914-1916) tinggal di Harleem, Tan Malaka sempat bergabung bersama klub profesional Vlugheid Wint. Dalam klub itu, Tan dikenal sebagai penyerang andal yang memiliki kecepatan luar biasa. Bermain di garis depan, beberapa penjaga gawang pernah merasakan tendangan kerasnya meski bermain tanpa alas kaki.
Cuaca dingin di Belanda tak menyurutkan kecintaannya terhadap sepak bola. Beberapa kali Tan Malaka sering mengabaikan peringatan rekan-rekannya agar mengenakan jaket tebal pada saat istirahat pertandingan. Kakinya pun sering terluka lantaran tak bersepatu. Namun, dalam kondisi sakit seperti itu, nafsu bermain Tan tak padam.
Mencintai sepak bola tak membuat Tan Malaka lupa tugas utama, yakni memperjuangkan nasib Nusantara dari kolonial Belanda. Dalam perjalanannya, sejumlah perkembangan politik dunia dan perang yang berkecamuk telah memengaruhi pemikiran Tan. Tak jarang, pemikiran itu ia dapat saat berdiskusi di sebuah pondokan di Jacobijnesraat dengan pengungsi Belgia yang lari dari serbuan Nazi Jerman. Sepak bola pun beberapa kali dijadikan bahan obrolan saat meminum kopi.
Akhir 1916, Tan meninggalkan Harleem dan melanjutkan perantauannya di beberapa negara. Meskipun sempat gagal mendapatkan izin mengajar, karena tak lulus ujian guru di Belanda, Tan mendapat pelajaran penting tentang politik dan kerakyatan. Tiga tahun melalangbuana di Belanda, Tan kemudian memutuskan untuk kembali ke Nusantara pada 1919. Ia pulang dengan satu cita-cita, yaitu mengubah nasib bangsa Indonesia, termasuk dalam urusan sepak bola.
Bangga dengan PSSI
Tan Malaka kemudian bekerja sebagai guru di sebuah perkebunan di Deli bernama Senembah pada pertengahan 1919. Di daerah yang masih satu pulau dengan tanah lahirnya itu, Tan terenyuh karena masih banyak penduduk pribumi tidak hidup laik. Hal itu angat kontras dengan kakayaan dan tanah Deli yang penuh akan sumber daya alam melimpah. Kekayaan itu akhirnya habis karena dihisap dan dikuras oleh pemerintah kolonial.

Pemandangan serupa pun terjadi dalam sepak bola Nusantara. Pada awal 1920-an, stigma kultural superioritas kolonial Belanda merasuk ke dalam olahraga yang paling populer di Hindia Belanda itu. Tak jarang ditemui palang peringatan bertuliskan Verboden voor Inlanders en Houden atau "Dilarang Masuk untuk Pribumi dan Anjing" di halaman depan sejumlah lapangan sepak bola. Tak sedikit pula orang pribumi harus gigit jari hanya untuk sekadar menyalurkan hobi sepak bola.
Beberapa klub seperti Setiaki, Ster, dan Den Bruinen di Batavia adalah saksi atas politik klasifikasi kelas yang merambah ke urusan sepak bola. Sejumlah klub itu sering berinteraksi dengan sejumlah tokoh pergerakan seperti Bung Hatta, Soekarno, Sjahrir, MH Thamrin, dan juga Tan Malaka. Semangat Sumpah Pemuda kemudian dijadikan alat untuk mendorong pemuda bergabung melawan kebusukan NIVB (Nedherlands Indish Voetbal Bond) milik Belanda.
Pada masa itu, Tan Malaka memang tidak berada di dalam negeri. Ia diusir dari Indonesia dan dibuang ke Amsterdam, lantaran aktif dalam gerakan komunis dan Islam untuk menghadapi imperialisme Belanda pada Mei 1922. Kurang lebih selama 20 tahun, Tan mengembara di negeri seberang. Beberapa negara ia singgahi, sejumlah nama samaran pun ia pakai untuk mengelabui para intel polisi.
Meski berada di negeri orang, Tan tidak pernah melupakan leluhur karena kecintaannya terhadap sepak bola tak luntur. Di negeri seberang, ia pun mengikuti perkembangan kabar kesuksesan pemuda Nusantara mengangkangi pemerintah kolonial Belanda dalam hal sepak bola. Ketika itu, Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (sekarang PSSI) di bawah pimpinan Ir Soeratin Sosrosoegondo mampu membuktikan sepak bola Nusantara dapat unjuk gigi tidak hanya kepada Belanda, tetapi kepada dunia.
Pada era 1930-an, Nusantara berhasil menduduki posisi elit sepak bola Asia bersama Israel (ketika itu masih masuk zona Asia), Burma (Myanmar), dan Iran. Dengan memakai nama Hindia Belanda, Nusantara menjadi tim sepak bola Asia pertama yang tampil dalam Piala Dunia 1938. Melihat kesuksesan itu Tan jelas bangga karena sepak bola mampu bertransformasi bukan hanya sekadar produk kebudayaan, tetapi juga produk politik, yang di dalamnya erat persoalan identitas dan spirit kebangsaan Indonesia.
Bahkan, ketika kembali ke tanah air dan menetap di Bayah, Banten pada 1943, Tan Malaka masih tetap mencintai sepak bola. Ketika itu, Tan memakai nama samaran, Ilyas Hussein. Di daerah yang ditakuti, termasuk oleh tentara Jepang, karena mewabahnya penyakit kudis, disentri, dan malaria, pribumi hidup sengsara dengan menjadi Romusha. Ketakutan itu tidak menghinggapi Tan. Ia tetap berjuang, agar pribumi tidak berkecil hati.
Arif Zulkifli dalam bukunya  berjudul  Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan, menyebut Tan Malaka sering membantu rakyat kecil di daerah itu lewat sepak bola. Di tengah penindasan Jepang, Tan menjadi penggagas pembangunan lapangan sepak bola di Bayah. Tak jarang pula, ia turun langsung ke lapangan dan bermain sebagai pemain sayap maupun hanya sekadar menjadi wasit di kejuaraan Rangkasbitung. Selesai bermain, Tan yang dikenal selalu memakai celana pendek, helm tropis, dan tongkat itu biasanya mentraktir para pemain tim sepak bola yang berlaga dalam kejuaraan tersebut.
Jalan hidup sepak bola
Melihat sepenggal fakta sejarah ini, Tan Malaka memang tak berjuang secara langsung membela Nusantara di kancah sepak bola. Namun, ia mengerti menjadi pecinta sepak bola yang paham bahwa olahraga itu merupakan jati diri bangsa. Tak jarang pula dalam beberapa pemikirannya, Tan menghubungkan hal-hal kecil dalam olahraga tersebut yang dapat diterapkan di berbagai bidang kehidupan sosial masyarakat.

Dalam salah satu karyanya, Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika), Tan menganalogikan bahwa salah satu cara agar tidak terjadi kekacauan, ibarat menentukan pemain dalam sebuah pertandingan sepak bola. Ia menuliskan, "Apabila kita menonton satu pertandingan sepak bola, maka lebih dahulu sekali kita pisahkan si pemain, mana yang masuk klub ini, mana pula yang masuk kumpulan itu. Kalau tidak, bingunglah kita. Kita tidak bisa tahu siapa yang kalah, siapa yang menang.  Mana yang baik permainannya, mana yang tidak."
Ucapannya itu pun rasanya pantas kita sematkan kepada sejumlah pengurus sepak bola Indonesia yang berseteru dewasa ini. Terlalu banyak intrik politik, klaim saling benar, yang membuat prestasi sepak bola tenggelam dalam sejarah kelam. Padahal, jika para pengurus itu bisa memisahkan diri bahwa tugasnya adalah pamong olahraga sejati, kekisruhan tiada henti seperti sekarang ini tidak pernah akan terjadi.
Jika saja sejumlah pengurus itu bisa mengilhami perjuangan Tan Malaka, niscaya bukan tidak mungkin sepak bola menuju ke arah yang baik. Tan Malaka memang pejuang kontroversial karena gagasan komunisnya. Namun, setidaknya pemikirannya mampu membuat tokoh besar seperti Soekarno dan Bung Hatta mengakui bahwa dia juga bapak Republik yang ingin membuat rakyatnya sejahtera. Keinginan itulah yang harus ditiru oleh sejumlah pengurus sepak bola Indonesia!
Tak ada jiwa revolusioner demi rakyat seperti seorang Tan Malaka dalam diri sejumlah pengurus yang bertikai. PSSI, organisasi besar yang didirikan demi persatuan itu seperti lebih menyukai perseteruan penuh intrik yang juga menjadi ajang permusuhan. Apalagi, untuk kali pertama dalam sejarah, PSSI pecah dengan kemunculan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI)cdan ada dualisme kompetisi yang saling "bermusuhan". Rakyat pun jadi korban, karena prestasi emas olahraga yang dicintainya tak kunjung tiba.
Di tengah kekacauan itu, sosok Tan Malaka hingga saat ini memang terus menjadi kontroversi. Jasadnya pun masih merupakan misteri. Namun yang pasti, warisan kecintaan, perjuangan, dan pemikirannya tentang sepak bola itu pantas dipuji. Warisan itu akan tetap kekal di dalam tanah Nusantara yang kaya akan sejarah emas sepak bola. Permainan indah yang sekarang ini lebih banyak disuguhi pemeran basi sejumlah pengurus olahraga mirip politisi yang hati nuraninya telah mati.


source :  sumber berita

16.3.13

BUDAYA HIDUP SEHAT



Tujuan Pembelajaran:
1.      Menjelaskan pengertian penyakit menular yang bersumber dari lingkungan yang tidak sehat.
2.      Memahami cara menghindari penyakit menular yang bersumber dari lingkungan tidak sehat.

Kata kunci: Penyakit menular, lingkungan tidak sehat.

1.      Definisi Penyakit Menular
Penyakit menular disebut juga communicable disease adalah penyakit infeksi. Penyakit ini dapat dipindahkan dari orang atau hewan atau benda-benda lain kepada orang lain yang masih sehat. Orang, hewan atau benda-benda lain tersebut merupakan sumber penyakit atau mengandung bibit penyakit.
Bibit penyakit tersebut dapat menular dengan berbagai perantara, yaitu: melalui udara, air,makanan dan minuman, serangga, dan kontak badan. Melalui kontak badan dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Kontak badan secara langsung ialah melalui persinggungan badan. Kontak badan tidak langsung ialah melalui pakaian si penderita, memakai handuk penderita, sapu tangan, sisa makanan, dan lain-lain.
Penyakit menular adalah penyakit infeksi yang dapat berpindah dari orang/hewan/benda kepada orang lain. Infeksi ialah masuknya benih-benih penyakit ke dalam tubuh serta berkembang biak.

2.      Macam-macam Penyakit Menular
a.       Tuberculose (TBC)
Penyakit tuberculose merupakan penyakit rakyat yang kronis (menahun). Terutama bagi negar-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Meluasnya penyakit TBC disebabkan adanya sumber penularan dan adanya orang-orang yang rentan. Kerentanan ini disebabkan, gizi buruk, hidup tidak teratur, perumahan jelek, dan terlalu lemah.
Penyebab penyakit TBC adalah bacteri tuberculose. Masa inkubasi antara 4-6 minggu. Gejala-gejala penyakit ini adalah: pada tingkat permulaan sukar ditentukan. Gejala permulaan adalah:
1)      Badan merasa lesu
2)      Nafsu bekerja tidak ada
3)      Badan semakin kurus dan pucat
4)      Berkeringat pada waktu malam
5)      Batuk-batuk dan sukar sembuh
6)      Batuknya kadang-kadang keluar darah
7)      Suhu badan sedikit panas.
Cara penularan penyakit TBC adalah, penularan melalui udara. Secara oral melalui minuman. Secara haemotogen yaitu melalui jalan peredaran darah.
Pencegahan penyakit TBC adalah:
1)      Vakisnasi BCG pada anak-anak umur 0-14 tahun.
2)      Menghilangkan sumber-sumber penularan dengan mencari dan mengobati semua penderita.
Pengobatan TBC memerlukan waktu yang lama minimal selama 2 tahun berturut-turut. Hal ini disebabkan karena obat anti TBC baru bersifat membendung dan belum bersifat mematikan sumber bibit penyakit.

Kilas Balik
Penyakit TBC ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Penyakit TBC sebetulnya tidak membuat racun. Rusaknya jaringan paru-paru disebabkan oleh protein-protein kuman TBC yang busuk atau rusak (nekrosis). Hal ini, dapat menghalang-halangi makanan yang menuju jaringan tersebut. Basil TBC dapat mati jika kena sinar matahari secara langsung atau terkena pemanasan.

b.      Pneumonia (Radang paru-paru)
Penyakit ini menyerang paru-paru. Akan tetapi, penyakit ini berbeda dengan penyakit TBC. Penyakit pneumonia ini menyebabkan sebagian dari jaringan paru-paru meradang. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri coccus atau pneumo-coccus. Waktu inkubasi 2-5 hari.
Ada dua macam pneumonia yaitu: pneumonia croupeusa dan bronco pneumonia.
1)      Pneumonia croupeusa
Penyakit pneumonia croupeusa ini datangnya sangat mendadak. Orang yang semula segar bugar dapat secara tiba-tiba terserang oleh penyakit ini. Biasanya yang diserang adalah satu paru-paru saja.
Gejala-gejalanya adalah:
a)      Badan yang menggigil karena kedinginan yang agak lama, kira-kira setengah sampai satu jam. Setelah itu, badan menjadi panas, suhunya mencapai 39-40 derajat celcius.
b)      Pernapasan menjadi sesak. Frejuensi denyut nadi menjadi lebih cepat.
c)      Dada terasa nyeri terutama jika untuk bernapas dalam.
d)     Batuk kering yang kemudian berubah menjadi batuk basah.
e)      Jika batuk mengeluarkan dahak yang merah kekuning-kuningan dan bentuknya lengket pekat.
f)       Penderita menjadi pucat, nafsu makan hilang tetapi merasa haus terus.
g)      Sukar tidur kelihatan letih sekali.
h)      Jika daya tahan penderita rendah dan tidak segera mendapat pertolongan dokter dapat berakibat fatal.
Pertolongan:
a)      Usahakanlah agar daya tahan tubuh penderita menjadi setinggi-tingginya.
b)      Berikan obat sulfadiazine
c)      Bawa secepatnya ke dokter/Puskesmas.

2)      Bronco Pneumonia
Lain denga pneumonia croupeusa. Bronco pneumonia ini datangnya tidak begitu mendadak. Penyakit ini sebelumnya didahului dengan peradangan tenggorokan (bronchitis).
Gejala-gejalanya:
Hampir sama dengan pneumonia cropeusa. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi yang keras. Perlu segera mendapatkan pertolongan dokter atau di bawa ke Puskesmas. Bakteri pneumo-coccus terdapat pada rongga hidung dan tenggorokan.
c.       Diphtherie
Penyebab penyakit ini adalah basil difteri atau basil roeffler. Penyakit ini sangat mudah menular. Penyakit ini menghasilkan racun yang sangat kuat. Biasanya yang terserang adalah anak-anak.
Gejala-gejalanya adalah:
1)      Biasanya anak kelihatan lesu dan nafsu makan hilang.
2)      Anak tidak suka bermain-main.
3)      Suhu badan meninggi sampai 38,5 derajat celcius.
4)      Batuk-batuk dan kalau untuk menelan rasanya nyeri
5)      Bila mulut dibuka lebar-lebar, pada tekak akan kelihatan kemerah-merahan.
6)      Kira-kira 6-12 jam berikutnya tonsil dan sekitarnya diliputi lapisan berwarna putih. Warna putih ini kalau diambil menimbulkan perdarahan.
7)      Hal yang demikian sangat membahayakan, karena anak dapat mati lemas disebabkan tidak dapat bernapas.
Toksin yang dibuat oleh basil diphterie ini dapat menjalar ke jantung. Toksin tersebut dapat menyebabkan otot jantung menjadi lemas dan tidak berdenyut. Hal ini dapat mengakibatkan penderita tidak tertolong lagi jiwanya. Penderita penyakit ini harus dirawat di rumah sakit 1 bulan lamanya. Meskipun anak sudah kelihatan sembuh, tetapi belum diperbolehkan berjalan-jalan atau bermain-main. Bila, minggu ke-3 dan ke-4 sudah dilalui tanpa ada kejadian apa-apa, maka penderita sudah diperbolehkan pulang.
Penularan diphtherie secara, kontak langsung dengan perantaraan tangan jari dan sebagainya. Benda-benda seperti saputangan, handuk yang telah terkontaminasi atau terkena basil diphtherie. Termasuk gelas, sendok, atau makanan.
Pencegahan penularan penyakit ini adalah, saudara-saudarnya yang serumah supaya disuntik vaksin ADS (anti difteri serum) atau DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus). Penderita harus diisolasi. Menjauhkan diri dari sumber penularan. Menghindari kontak langsung dengan penderita.
Pengobatan dilakukan dengan cara, penderita disuntik dengan serum anti difteri. Jika ada bahaya lemas, biasanya penderita diadakan pembedahan pada tenggorokan supaya dapat bernapas (tracheotome). Penderita diisolasi (ditempatkan pada kamar tersendiri) supaya penyakitnya tidak meluas kepada orang lain. Penderita dirawat di rumah sakit.

d.      Cholera
Penyakit cholera terbagi menjadi dua yaitu, cholera asiatica yang disebabkan oleh vibrio cholera dan cholera eltor yang disebabkan oleh vibrio eltor. Masa inkubasi penyakit cholera hanya beberapa jam sampai 5 hari. Menurut undang-undang karantina masa inkubasi ini ditetapkan 5 hari.
Cara penularan penyakit cholera melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh bibit penyakit cholera. Gejala-gejala penyakit cholera datangnya secara mendadak yang ditandai dengan:
1)      Buang air besar dan muntah-muntah.
2)      Tinjanya cair dan keputih-putihan dengan sedikit lender.
3)      Muka pucat dan cekung karena kekurangan cairan.
4)      Kulitnya berkerut.
5)      Betisnya kejang dan rasanya nyeri.
6)      Jantung bedenyut lambat.
7)      Suhu badan kedang-kadang naik dan kadang-kadang turun.
8)      Sesak napas dan dapat tak sadarkan diri.
9)      Suaranya parau dan merasa ketakutan.
Penderita cholera kalau tidak segera mendapatkan pertolongan dapat meninggal dalam waktu 12 jam saja. Setelah sembuh tinjanya masih mengandung bibit penyakit 7-14 hari.
Dalam garis besarnya pemberantasan penyakit cholera ini dilaksanakan dengan usaha-usaha:
1)      Pendidikan kesehatan masyarakat
2)      Penyediaan air pada masyarakat yang memenuhi syarat kesehatan
3)      Peningkatan kesehatan lingkungan terutama cara pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah.
4)      Penemuan penderita cholera dan melaporkan kepada yang berwenang secepat mungkin.
5)      Isolasi terhadap penderita dan desinfeksi benda-benda yang sekiranya telah terkontaminasi.
6)      Pengobatan kepada penderita dan meniadakan sumber penularan.
7)      Pemeriksaan terhadap orang-orang yang pernah bersinggungan dengan penderita. Pemeriksaan terhadap makanan dan minuman.
8)      Tindakan karantina di Dinas Kesehatan, Pelabuhan, dan Pelabuhan Udara.
Pengobatan penyakit cholera adalah sebagai berikut. Obat cholera yang khusus belum ditemukan. Biasanya pendrita diberi obat-obatan sulfat seperti sulfat azine. Pengobatan yang diberikan di rumah sakit dengan cairan yang mengandung glukosa, NaCl, KCl, NaHCO3. Larutan bahan-bahan tersebut namanya oralit. Jika tidak ada oralit penderita dapat diberi minum larutan cairan yang terdiri dari: 1 gelas air matang 1 sendok the gula pasir dan sejimpit garam dapur. Dosisnya sebanyak cairan yang dikeluarkan oleh penderita. Jika yang keluar melalui tinja dan muntah sebanyak 2 gelas, maka penderita diberi larutan minuman tadi sebanyak 2 gelas juga.
Selain larutan oralit dirumah sakit penderita diberi infuse cairan yang sejenis melalui pembuluh darah balik (vena).

e.       Cholera Eltor
Tanda-tanda sama dengan cholera biasa. Di Negara-negara barat antara cholera eltor dan cholera asialia sudah tidak dibedakan.

f.       Muntaber
Muntaber singkatan dari muntah dan berak. Meskipun, penderita muntaber juga mengalami muntah dan berak akan tetapi berbeda dengan cholera. Muntaber dapat disebabkan oleh basil yang lain. Berak muntaber berbeda dengan berak cholera. Berak pada pendederita muntaber tidak keputih-putihan tetapi hanya cairan tinja biasa.
Penanganan penderita muntaber juga dengan cairan oralit. Jika, penderita muntah satu kali diberi minuman larutan tersebut 1 gelas.  Terlambat 2 jam saja dapat mengakibatkan kematian karena kekurangan cairan.

3.      Pencegahan Penyakit Menular
Dalam hidupnya manusia tidak pernah luput dari kontak dengan bibit-bibit penyakit. Manusia tidak mudah sakit. Hal tersebut karena, manusia dikaruniai oleh Tuhan dengan alat-alat untuk mempertahankan diri dari serangan-serangan penyakit. Meskipun demikian, manusia tidak boleh lengah. Manusia harus selalu menjaga dirinya terhindar dari serangan penyakit. Manusia harus melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
a.       Memelihara kebersihan badan dan kebersihan lingkungan.
b.      Makanan yang bergizi
c.       Hidup teratur
d.      Menghindari terjadinya penyakit
e.       Meningkatkan taraf kecerdasan
f.       Pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi
g.      Perumahan yang sehat
h.      Peningkatan daya tahan tubuh
Dalam pencegahan penyakit ada tiga tindakan yaitu:
a.       Usaha pencegahan
b.      Usaha pengobatan
c.       Usaha rehabilitasi
Dari ketiga macam tindakan di atas, usaha pencegahan adalah tindakan yang paling utama. Hasil yang diperoleh dari tindakan usaha pencegahan lebih baik. Selain itu, tindakan pencegahan membutuhkan biaya yang lebih murah dibandingkan usaha-usaha yang lain.
Usaha pencegahan atau prophylaxis dapat dijalankan dengan cara:
a.       Mempertinggi nilai kesehatan (health promotion).
b.      Memberi perlindungan khusus terhadap gangguan suatu penyakit. Misalnya, melaksanakan vaksinasi, isolasi penderita penyakit menular, pencegahan kecelakaan dan sebagainya.
c.       Mengenal jenis-jenis penyakit pada tingkat awal atau tahu tentang gejala-gejala penyakit. Pengetahuan tersebut membuat seseorang cepat bertindak memberikan pengobatan sementara.
d.      Menghilangkan gangguan kemampuan kerja yang diakibatkan oleh suatu penyakit.

ini tugas kuliah saya --> Metode Identifikasi Pemuncakan


    Metode Identifikasi Pemuncakan
    Identifikasi pemuncakan merupakan hal yang sulit dan masih dalam perdebatan. Salah satu kriteria yang cukup obyektif  kelihatannya berada pada dinamika prestasi “atlit itu sendiri” (Matvev. Et.al.,1974).  Para atlit (N = 2300), dari nomer lari cepat dan jarak menengah dipakai sebagai subyek penelitian longitudinal yang dikaitkan dengan pembentukan/penyusunan daerah untuk penghitungan untuk pemuncakan. Berpedoman pada prestasi terbaik seseorang ditahun-tahun sebelumnya sebagai angka acuan (atau 160 %) daerah hasil yang tinggi dipertimbangkan terdiri atas prestasi tidak kurang dari 2% dibawah angka acuan. Hasil menengah berada diantara waktu 2 – 3,5% dari prestasi terbaik,sedangkan daerah ketiga. Akhirnya daerah terakhir atau keempat berisikan hasil yang jelek atau prestasi yang memiliki deviasi kurang dari 5% dari hasil terbaik tahun-tahun sebelumnya.penulis selanjutnya memberika kesimpulan: bahwa apabila seorang atlit dapat mencapai prestasinya diantara 2% (daerah pertama) penampilan terbaiknya dan selanjutnya dapat disimpulkan bahwa seorang atlit tersebut berada pada bentuk olahraga yang tinggi, artinya mendekati prestasi puncaknya. Dari segi pemuncakan dapat dengan mudah dipermudah dan prestasi yang luar biasa pun dapat dicapainya.
    Apabila prestasi yang dicapai berada pada daerah pertama, penyesuaian organisme terhadap rangsangan latihan adalah sudah menyeluruh. Reaksi terhadap rangsangan latihan adalah tetap dan hasilnya kecepatan denyut jantung yang diambil pada pagi hari secara konsisiten mencapai tingkat kecepatan yang rendah. Tambahan lain, data obyektif lainnya dapat dipertimbangkan sehinggga perkiraan yang lebih tepat dari keadaan latihan-latihan dapat ditetapkan. Ghibu et al (1978) memberikan saran dalam pelaksanaan suatu tes, tes biokimia pada air seni, sonometry ( perkiraan tidak langsung pada tekanan intra seluler dari penentuan pada hambatan bola mata terhadap pengaruh suatu daya yang diterima,(Dorlan’s- Medical dictionary, 1974). Tes handgrip dynamometer, EKG istirahat, aerobic dan anaerobic power test dan interval tekanan sistolik. Tegasnya tes yang khusus harus dilakukan oleh atlitnya. Data dari berbagai fase pertandingan dikumpulkan dan dibandingkan. Apabila semua angka tersebut sangat tinggi pelatih diberi tahu bahwa atlitnya berada pada keadaan latihan yang sangat baik.
    Pemecahan juga dapat diketahui dengan interprestasi data subyektif, seperti perasaan yang bersifat subyektif. Kewaspadaan, optimis, selera makan baik, tidur yang pulas, keinginan yang tinggi dalam latihan dan pertandingan, dan mudah dalam segala hal yang dilakukan atlit. Hal yang sangat penting adalah bahwa seorang pelatih harus juga dalam kondisi yang baik. Tingkah laku pelatih, optimis, percaya diri, semangat keberaniaan dan kegembiraan juga menunjukkan suatu persyaratan yang penting untuk pemecahan prestasi atlit, khususnya apabila hubungan mereka sangat dekat. Peran pelatih tidak hanya dalam latihan saja, dia juga bertanggung jawab untuk mengantarkan atlit ke bentuk pedagogis yang tinggi sebaik mungkin. Secara psikologis, pelatih juga harus memulai keseimbangan yang baik dan tenang, dapat menyembunyikan  emosinya menjelang pertandingan. Tingkah laku yang dikontrol dengan baik memiliki dampak yang sangat besar terhadap atlit. Hal yang sama pelatih harus berusaha menetralisir semua bentuk tekanan yang dating (teman sejawat, keluarga, pekerjaan, konflik dalam kelompok dll) yang mungkion dapat mempengaruhi prestasi atlitnya.

    Jangka Waktu Mempertahankan Pemuncakan
    Karena data penelitian yang berkaitan dengan aspek latihan hampir tidak ada maka diantara pelatih dan atlitpun selalu timbul perbedaan pendapat yang cukup serius. Sering terjadi perbedaan yang timbul, bahwa seorang dapat berada pada puncaknya dalam sekali setahun dan suatu hari kiranya tetap menjadi suatu kesan dalam fikiran beberapa orang saja. Karena fase bentuk olah raga dan pemuncakan tergantung dari fakto-faktor fisiologis, psikologis dan sosiologisnya. Ini menjadi kesukaran dalam membuat pernyataan-pernyataan yang pasti terutama yang berhubungan dengan jangka waktunya. Oleh karena itu lebih aman disebutkan bahwa jangka waktu yang diperlukan untuk pemecahan sangat individual. Program latihan individual yang diikuti atlit, jangka waktu dan jenis latihan yang dilaksanakan selam persiapan. Keduanya memiliki pengaruh yang kuat terhadap jangka waktu pemecahannya. Semakin lama dan semaikin tampak pada fase persiapan, akan semakin tinggi kemungkinan untuk mempertahankan bentuk olahraganya dan konsekuensinya pada pemuncakannya.
    Apabila kita membicarakan masalah ini, hal itu sulit untuk dipisahkan dengan pemuncakan dari olahraga seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Bentuk kurve olahraga yang tinggi selama atlit memiliki kpasitas kerja dan psikologis yang samgat tinggi. Itu berada pada daerah pertama apabila prestasi atlit berada 2% dari prestasi puncak sebelumnya. Menyimpulkan bahwa pelatih akan mengarahkan dan mengatur program latihan yang bmencukupi untuk jangka waktu dari daerah pertama diantara 1-2,5 bulan ( Matvev, 1974 ). Oleh karena itu selama waktu ini, 2-3  pemuncakan dapat dipermudah. Kalau lebih tinggi lagi rekor prestasi yang dicpai. Itu disarankan bahwa selama masa waktu pemuncakannya 7-10 hari sejak kapasitas kerja optimal sel syaraf akan dapat dipertahankan selama waktu itu ( Ozolin, 1971). Secara nyata setelah setiap pemuncakan untuk suatu pertandingan yang top, rtegenerasi yang pendek benar-benar dipertahankan baru kemudian diikuti latihan. Kekurangannya waktu untuk daerah satu kelihatannya dikurangi. Pendekatan ini mungkin mengingatkan pada kebutuhan untuk merubah tekanan/stress dengan regenerasi dalam latihan secara dramatis.
    Waktu pemuncakan seperti pada daerah satu, dipengaruhi noleh jumlah awal atau pertandingan yang harus dihadapi atlit, semakain lama fase regenerasi pertandingan mingguan, semakin rendah kemungkinan untuk mengulangi hasil yang tinggi. Sebagian besar pertandingan diarahkan untuk mencapai prestasi yang baik dan tahapan yang lebih tinggi sering menjadi pengaruh yang bertolak belakang. Hasil menurun menjelang fase akhir pertandingan, apabila pertandingasn selalu direncanakan. Dari hasil mikro ke 8 dengan sejumlah pertandingan sering diawali dengan fase yang kritis (Bompa, 1968). Ini tidak perlu diartikan bahwa prestasi akhir fase pertandingan harus dicapai, sebaliknya fase harus mengingatkan pelatih untuk melakukan perubahan latihan yang lebih baik semata-mata dengan aktivitas regenerasi. Tambahan lagi bahwa pernyataan diatas mungkin dapat membawa perhatian pelatih terhadap alat pemulihan, dan perencanaan pertandingan –pertandingan selama fase sebelum dan selama fase latihan. Hal yang sama penting bagi pelatih di akademi khususnya untuk cabang olahraga dengan kalender pertandingan benar-benar diakui dengan sjumlah pertandingan bahkan terjadi selam fase persiapannya. Sebagai suatu metode pentinguntuk dapat menjamin penambahan yang cukup adalah menambah waktu daerah, konsekwensinya adalah kemampuan untuk pemuncakan. Untuk menghilangkan stress yang dialami atlit, pelatih dapat mengguinakan indek pemuncakan (lihat bab perencanaan). Dengan melakukan pemanbahan pertandingan-pertandingan sangat penting untuk kepentingan sekunder, seseorang akan meningkatkan bentuk gelombang naik pada kurve pemuncakan, mengikuti tekanan dalam regenerasi. Hal yang sama pendekatan yang maksimal dlam merencanakan pertandingan kearah suatu bukti bahwa silklus makro pertandingan hendaknya selalu berakhir dengan pertandingan yang sangat penting sekali, dimana hal itu akan memberikan jaminan atau kemajuan menyusun pertandingan-pertandingan.
    Sebagai suatu metode penting untuk dapat menjamin pemulihan yang cukup adalah menambah waktu daerah, konsekwensinya adalah kemampuan untuk pemuncakan, untuk menghilangkan stress yang dialami atlit, seseorang dapat menggunakan indeks pemunckan. Dengan melakukan perubahan pertandinga yang sangat sekunder, seseorang akan meningkatkan bentuk gelombang naik pada kurve pemuncakan, mengganti tekanan dengan regenerasi. Hal yang sama pendekatan yang rasional dalam merencanakan pertandingan juga ditemukan kearah suatu bukti bahwa siklus makro pertandingan hendaknya selalu berakhir dengan pertandingan yang sangat penting sekali, dimana hal itu akan memberikan jaminan satu kemajuan dalam menyusun pertandingan. Sejauh perencanaan pertandingan tersebut dipertimbangkan, kemampuan, pendekatan kelompok (bab VII) tidak hanya membahas fase latihan dengan periode pertandingan saja, melainkan juga mempermudah perpanjangan bentuk olahraganya.
    Faktor lain yang penting dan juga menentukan pemuncakan adalah waktu yang ditentukan dalam mencapai daerah pertama, walaupun memungkinkan berbeda untuk setiap sifat – sifat yang dimiliki individu atlit secara rat – rata, waktu yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas seseorang ditingkat pra pertandingan kepada suatu ketrampilan yang ada pada seri 1, kira- kira 4-6 siklus mikro. Selama 3-4 siklus makro peningkatan yang cepat tidak mungkin terlihat karena kerja keras umumnya menekankan pada intensitas, akibatnya tingkat kelelahan menjadi tinggi dan akan membatasi pencapaian prestasi yang baik. Bagaimanapun juga, setelah 1-2  siklus terakhir, apakah atlit telah beradaptasi terhadap beban latihan, akan mengakibatkan terjadinya kompensasi yang berlebihan, prestasi yang lebih tinggi adalah mungkin bisa terjadi. Walaupun waktu fase perpindahan ini – dari prestasi yang lebih rendah ke daerah 1 bervariasi sesuai dengan banyak faktor-faktor itu juga tergantung kepada spesifikasi cabang olahraga yang bersangkutan dan pelatihlah yang menyesuaikannya pada latihan. Jadi (Gnibu dkk, 1978) mengemukakan waktu yang dapat dipakai sebagai beriku: Untuk senam dan polo air 6 siklus mikro, atletik, dayung, renang, dan gulat kira-kira 4 siklus mikro.

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH NEGATIF PADA PEMUNCAKAN
    Pemuncakan merupakan hal yang khusus dan benar-benar hasil yang diterapkan dari berbulan-bulan kerja keras program latihan yang direncanakan dengan tepat. Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa keadaan latihan dipermudah oleh berbagai faktor, disamping itu ada beberapa faktor yang mungkinmemiliki pengaruh yang dapat merusak terhadap pemuncakan dan itu merupakan tanggung jawab pelatih untuk menyadarinya dan kemampuan untuk mengontrolnya. Dengan melakukan kal tersebut pelatih akan berada dalam posisi untuk membatasinya dan konsekwenmsinya adalah meningkatkan pemuncakan.
    A. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengorganisasian Pertandingan
                Sebelum ikut serta dalam pertandingan, atlit dan pelatih berada dalam keadaan yang biasa. Pada kentuyataannya, itu mungkin terjadi bahwa dalam fikiran atlit memiliki suatu yang ideal dan mungkin mengharapkan suatu keadaan yang sempurna. Konsekwensinya segala sesuatu perubahan kondisi yang terjadi benar-benar akan dialami dalam pertandingan, mungkin akan berpengaruh terhadap pemuncakan dan prestasinya. Faktor-faktor alami seperti angin yang kuat atau hujan lebat mungkin akam mengganggu batlit yang tidak pernah mengenal sebelumnya. Dalam olahraga seperti sepeda, dayung, kano, dan sebagainya, angin yang berat dapat menghambat prestasi atlit. Gelombang yang besar yang disebabkan angin secara pasti berpengaruh terhadap prestasi pendayung dan atlit kano, khususnya denhan mereka yang berteknik tinggi. Disamping itu hujan lebat berpengasruh terhadap prestasi atlit sepeda, jalan cepat, dan olahraga beregu bila dihadapkan pada permainan dilapangan yang basah. Dalam kondisi tersebut kontrol bola akan menjadi sulit.
    Kualitas salju mempengaruhi prestasi atlit dengan nyata. Pada ski lintas alam, prestasi puncak benar-benar tergantung pada kualitas salju dan akibatnya ketrampilan serta pengalaman menjadi lilin pada papan disesuaikan wujud serta keadaan saljunya. Hal yang sama juga akan dialami pada suatu temperatur yang luar biasa, iklim dan ketinggian. Jawaban atas permasalahan diatas adalah melalui model lain yang akan disusun untuk mempersiapkan dan melatih atlit dalam kondisi semacam itu, sehingga pemuncakannya tidak secara mendadak dipengaruhi. Pengaruh yang kurang terasa pada atlit adalah perubahan dalam undian, kepemimpinan yang liar dan gangguan penonton. Menghadapkan atlit dalam pertandingan, kesan mengerjakan hal yang sama pada suasana mikro sosial pada pertandingan utama adalah perlu dipenuhi untuk prestasi puncaknya, apabila suasana mikro sosial berada secara nyata dengan kebiasaan yang biasa dialami oleh atlit.
    B. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Keadaan Atlit
    Pelatih dapat mengamati dan oleh karena itu memiliki pengawasan langsung terhadap atlit hanya selama jam-jam latihan. Bagaimanapun juga itu adalah tanggung jawab untuk memberikan pengaruh yang positif, apakah itu waktu latihan maupun diluar jangkauan pengawasannya, sering ditemukan bahwa tingkah laku dan gaya hidup mengungkapkan suatu kontradiksi dengan ukuran moral olahraga. Tingkah laku yang negatif dapat berpengaruh pada kapasitas kerja serta pemuncakan seseorang. Diluar latihan dan gaya hidup, seperti tidur yang kurang mencukupi, penggunaan alkohol, merokok, makan tiddak bergizi dan sejenisnya memberikan pengaruh yang merusak kepada keadaan latihan. Hal yang sama akibat dari ketidakpuasan  dengan keluarga, pelatih, teman sejawat, sekolah/tempat kerja dan lain-lain, mencerminkan gambaran negatif dalam sikap seseorang selama latihan dan pertandingan yang mengakibatkan prestasi yang tidak memadai. Dalam cabang olahraga dimana resiko serta inisiatif yangb kuat menjadi suatu keharusan, takut bertanding atau cidera, menurunkan kontrol diri seseorang akan mengarah pada suatu perasaan rendah diri yang komplek. Ini mungkin berperan sebagai penampilanm seseorang. Oleh karena itu pelatih harus mengamati atlitnya menghimpun informasi dari seseorang yang dekat dengan atlit dan membuat semua kemungkinan untuk menoreksi sikap maupun tingkah laku yang negatif.
    C. Faktor-Faktor yang berpengaruh Dengan Latihan Dan Pelatih
    Program latihan yang direncanakan tidak tepat dengan intensitas kerja yang terlalu tinggi, terlalu cepat dalam peningkatan beban latihan atau terlalu banyak jadwal pertandingan yang akan diikuti, buakan saja merupakan tekanan serta pemborosan tetapi juga akan merusak pemulihan yang mencukupi, selain itu jugaterlihat dengan jelas apabila fase pertandingan disusun terlalu panjang. Dalam keadaan seperti itu, mempertahankan daerah 1 dan pemuncakan yang tepat untuk pertandingan utama (umumnya pada akhir fase) hampir tidak memungkinkan. Pengabaian terhadap kebutuhan  pertukaran kerja dengan regenerasi, bukan saja akan mengurangi kemampuan pemuncakan seseorang tetapi mungkin dapat menimbulkan cidera, seandainya atlit dihadapkan terhadap sejumlah banyak tekanan-tekanan kemungkinan mengalami overtraining yang lebih tinggi.
    Pengetahuan pelatih, sikap, dan tingkah laku, juga kemampuan dan ketidakmampuannyauntuk menutupi emosi pribadi dan frekuensinya, juga akan berpengaruh terhadap prestasi atlitnya. Kehilangan percaya diri pada kemampuan dan pengetahuannya, khususnya kalau mental menjelang pertandingan utama, secara nyata akan merusak prestasi atlitnya dan selanjutnya terhadap pemuncakan dalam pertandingan yang diikuti. Upaya pemulihannya sedikit sederhana, pengetahuan latihan lanjutan secara perorangan, memperbaiki kontrol diri, jujur serta memberi tahu atlit untuk mencari pelatih yang lebih baik.
     KEADAAN OVERTRAINING
    Pemuncakan seperti yang disebutkan diatas adalah suatu hal yang biasa atau merupakan akibat yang positif dari pengarahan program latihan yang diorganisisr secara baik dan metodis. Sejauh tuntutan latihan terpenuhi atau sedikit melebihi kapasitas kerja atlit (jarang terjadi). Seseorang akan mengalami perbaikan dalam berbagai macam faktor latihannya. Sebagai hasil dihadapkannya atlit kepada rangsangan latihan, organisme akan mengalami kelelahan, tetapi dalam keadaan normal, kelelahan tersebut akan hilang dalam waktu antara 12-24 jam.
    A. Penyebab Dan Usaha Mengetahuai Overtraining
    Overtraining merupakan keadaan latihan yang patologis, itu merupakan akibat dari pengabaian resiko kerja dengan pulih asalnya dan menghadapkan atlit kepada intensitas rangsangan yang tinggi, apabila dia dalam suatu keadaan yang lelah. Rasio pulih asal adalah fungsi  intensitas dari suatu perangsangan. Berkawanan denga rangsangan sub maksimal atau medium, intensitas yang tinggi membutuhkan waktu regenerasi yang lebih lama. Apabila pelatih tidak memberikan berhatian yang sungguh-sungguh terhadap rasio kerja pulih asalnya, keseimbangan diantara keduanya akan menjadi terganggu. Sebagai akibat dari keadaan lelah, seorang atlit tidak akan tertanggulangi. Kompensasi yang berlebihan tidak akan menjadi dan mungkin dia akan mencapai keadaan yang sangat meletihkan. Apabila pelatih lupa untuk melakukan pengukuran atau prenilaian yang cukup walaupun pada waktu yang sudah terlambat, maka berdasarkan sisa kelelahan yang akut dan keletihan yang luar biasa, akan berakibat terjadinya keadaan overtraining.
    Atlit dihadapkan kepada variasi tekanan yang tinggi dan latihan yang selalu merugikan. Apabila semua tekanan dimana atlit dihadapkan (kerja, keluarga, sejawat dll) kepada beban latihan berat yang melebihi kapasitasnya, dia akan mencapai keadaan overtraining. Itu sudah jelas, bahwa organisme atlit tidak dapat diregenerasi dari overtraining sepanjang penyebabnya tidak dapat dihilangkan. Tabel 11 menunjukakan berbagai bentuk penyebab pada overtraining. Mengenal ini semua serta melakukan pengukuran yang cukup, pelatih dapat dengan mudah untuk menghindarkan nkeadaan yang tidak diinginksn dari overtraining. Atlit itu sendiri merupakan faktor yang penting dalam menyusun keberhasilan atau kegagalan dalam suatu program. Ini merupakan tangguing jawab pelatih untuk mengenal atlit dengan beban yang berlebihan dan berbahaya dari latihan yang tidak bervariasi disebut dengan gaya hidup seseorang.ini akan merusak rasio kerja dengan regenersai yang akan mengarah kepada overtraining.
    Akibat yang nyata dari overtraining adalah penurunan kapasitas dari prestasi seseorang seperti gejala-gejala insomnia, selera yang kurang, banyak berkeringat, dan bahkan keluar air mani dimalam hari. Pelatih dapat menendai gejala overtraining melalui cara pemeriksaan harian dan catatan yang dibuat atlit dalam jurnal latihannya. Identifikasi keadaan overtraining dipermudah melalui cara konsultasi gejala yang digambarkan pada tabel 12.
    Tabel 12. gejala yang mempermudah identifikasi overtraining (berdasarkan Bompa (1969), Ozolin (1971) dan harre (1981).
    No
    Psikologis
    Motor dan Fisik
    Fungsional
    A
    Eksitabilitas meningkat
    Koordinasi
    -peningkatan tensi otot
    -kesalahan yang diulangi pada hal yang sudah diperbaiki
    -penampilan gerak berirama tidak konsisten
    -penurunan kapasitas membedakan kesalahan dan teknik koreksi
    -tak bisa tidur
    -hilang selera
    gangguan pencernaan
    -mudah berkeringat
    penurunan kemampuan yang vital
    pulih asal jantung lebih lama dari noirmal
    -mudah terkena infeksi kulit dan jaringan
    B
    Penurunan Konsentrasi
    -irrascible
    -sangat peka terhadap kririk
    -cenderung memisahkan diri dari pelatih dan teman satu tim
    -tidak punya inisiatif
    -depresi
    -hilang percaya diri
    Persiapan fisik
    -penurunan tingkat kecepatan, kekuatan dan daya tahan.
    -kecepatan pulih asal lambat
    -penurunan waktu reaksi

    C
    Semangat
    -hilang daya juang
    -takut bertanding
    cenderung cepat menyerah terhadap rencana taktik atau keinginan keinginan berjuang dalam bertanding
    Cenderung mendapatkan cedera dan kecelakaan


    B. Pengobatan Dan Pencegahan Overtraining
    Apabila keadaan overtraining sudah diketahui, latihan harus dikurangi atau dihentikan segera dijelaskan dari segala penyebabnya. Kalau keadaan ini sangat luar biasa, latihan harus benar-benar ditiadakan, atlit diistirahatkan dari perangsangan latihan serta dari kesibukan lingkungan sosialnya. Pelatih serta dokter ahli adalah sangat penting untuk saling konsultasi untuk menanggulangi keadaan tersebut. Kalau keadaan tersebut masih sedang-sedang saja dan latihan hanya perlu dikurangi, atlit jangan dihadapkan pada bentuk-bentuk tes dan pertandingan. Konsekwensinya, rangsangan latihan yang tinggi harus benar-benar dibatasi dari latihan maupun gaya hidupnya. Istirahat yang aktif (latihan ringan dengan suasana yang berbeda). Disarankan untuk dilakukan bahkan bagi atlit yang menderita terlalu berat, karena penghentian latihan yang mendadak. Justru akan tidak bermanfaat terhadap kebiasaan organisme pada keterlibatan fisik yang menyeluruh.
    Israel (1963) menyebutkan 2 jenis overtraining. Pertama disebut dengan Hasedowoid yang merupakan akibat tekanan atau rangsangan yang berlebihan pada proses emosional seseorang. Istilah ini dipinjam dari istilah penyakit Basedow yang ditandai dengan peningkatan kecepatan dalam metabolisme ( proses fisik dan kimiawi dalam organisme ), serta percepatan denyut nadi, berkeringat, gejala syaraf, peka gangguan, kegelisahan dan gangguan fisik. Jenis ini umunya terjadi akibat pembebananyang berlebihan pada intensitas rangsangan yang tinggi dalam latihan serta daya konsentrasi seseorang. Jenis kedua adalah Addisonoid yang diakibatkan pada peningkatan dalam proses hambatan seseorang yang merupakan akibat volume latihan yang sangat berlebihan, istilah inipun diambil dari istilah sakit addison yang ditandai oleh anemia bertahap, tekanan darah rendah, gangguan pencernaan dan selanjutnya.
    Disamping akibat beban latihan yang berlebihan dan mendadak, ini ditandai juga dengan terlampauinya kapasitas kerja dan penyesuaian seseorang. Kedua jenis tersebut dapat dipermudah melalui jenis sistem syaraf seseorang ( Harre, 1981 ).
    Pengobatan overtraining bersandar pada prosesse persyarafan, eksitasi dan inhibisi seperti dikemukakan pada tabel.
    Sejauh usaha pencegahan terhadap keadaan overtraining, seseorang harus memastikan bahwa prinsip-prinsip latihan tertentu (seperti peningkatan beban latihan yang bertahap), serta pertukaran yang cepat antara kerja dengan istirahat hendaknya dengan pasti harus diikuti. Untuk meningkatkan kecepatan pulih asal antara jam latihan dan setelah pertandingan seseorang harus meningkatkan teknik pemulihan asalnya. Tambahan lain melalui penelaahan jurnal latihan atlit secara berkala, pelatih dapat mendeteksi gejala kelelahan luar biasa serta latihan sepanjang pengalaman waktunya. Jadi akan memungkinkan kepadanya untuk menukar program-program latihan itu dan menghindarkan munculnya overtraining. Diskusi yang serius dilakukan dengan atlit berdasarkan saling percaya mempercayai dan kejujuran mungkin merupakan cara diskusi lain tentang bagaimana setiap individual merasakan dan beraksi terhadap latihan.
    BAB VI
    PULIH ASAL ORGANISME SETELAH LATIHAN DAN PERTANDINGAN
    Pada umumnya atlit elit/top membutuhkan 2-3 kali latihan setiap harinya. Dalam keadaan seperti itu atlit mungkin dipaksa untuk melewati norma fisiologis dan psikologis dengan demikian dapat mengakibatkan degenerasi fungsi organisme serta menuntunkan kapasitas kemampuannya. Seluruh tuntutan yang ditanggung oleh atlit mungkin menjadi bertambah dengan pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Setiap keadaan akan memacu tekanan-tekanan yang bersifat fisiologis dan psikologis yang berpengaruh terhadap latihan dan khususnya terhadap kapasitas atlit untuk melakukan ulangan-ulangan latihan atau beban latihan dalam waktu yang pendek. Oleh karena itu untuk menaggulangi keadaan tersebut, seseorang harus mampu mempertahankan keseimbangan yang baik antara latihan, gaya hidup, dan kecepatan pulih asalnya.
    Setelah latihan seseorang akan mengalami kelelahan. Semakin tinggi derajat kelelahan akan semakin besar pula pengaruhnya setelah latihan seperti: kecepatan pulih asal rendah, koordinasi yang jelek, penurunan dalam kecepatan, serta kontraksi ototnya. Kelelahan fisiologis yang normal sering ditampakkan dengan kelelahan emosional yang kuat, khususnya setelah bertanding, untuk itu dibutuhkan waktu pulih asal yang lebih lama.
    Dalam latihan masa sekarang, pelatih dan para ahli kepelatihan harus selalu berusaha untuk menemukan metode yang dapat memberikan seseorang untuksampai pada faktor penentunya dalam latihan, seperti juga dalam meningkatkan prestasinya. Salah satu cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui penggunaan teknik pulih asal. Pulih asal harus benar-benar dimengerti dan secara aktif ditingkatkan, sahingga akan menjadi faktor yang menentukan dalam latihan.
    Upaya pelatih untuk meningkatkan tuntutan latihan dan memasukkan intensitas rangsangan yang lebih tinggi tidak selalu memiliki usaha yang sepadan apabila dikaitkan dengan kemampuan regenerasi setelah latihan dan pertandingan. Hal yang sama, adalah miskinnya sejumlah penelitian yang memfokuskan pada faktor yang sangat penting dalam pemulihan dan tidak lebih adil lagi karena pulih asal yang tepat akan mempercepat kecepatan regenerasi diantara latihan-latihan, mengurangi kelelahan, meningkatkan kompensasi yang berlebihan, memberikan kemudahan untuk memakai beban berat dalam latihandan bahkan menemukan jumlah dan frekuensi cedera ( apabila lelah, koordinasi terganggu dan konsentrasi rendah serta mengarah kepada kontrol gerakan yang jelek pada umunya).
    Latihan dan istirahat, keduanya merupakan hal yang khas dan merupakan komponen yang diperlukan dalam latihan. Dan bila seseorang ingin memperoleh kesuksesan yang tinggi, harus menganggap keduanya sama penting. Secara optimal proses latihan yang berkelanjutan harus disusun sehingga jam latihannya berada selama fase kompensasi yang berlebihan dari latihan sebelumnya. Karena jarang sekali terjadi pulih asal yang penuh diantara jam latihan, pelatihpun juga harus sama-sama memikirkan cara-cara yang berada dalam pulih asal. Atlitpun juga harus sam-sama memikirkan hal tersebut diatas. Jadi dalam latihan yang tidak terawasi, merupakan hal yang jelas keliru, oleh karena itu kessadaran atlit terhadap gaya hidup yang seimbang akan penting untuk keberhasilannya.
    Pemahaman teknik pulih asal ini harus menjadi suatu kebiasaan. Mereka harus disesuaikan dengan proses penyesuaian biologis terhadap tuntutan latihan serta pertukaran yang tepatr antara kerja dan regenerasinya. Kalau sudah terbiasa, hendaknya teknik pulih asal ini tidak hanya dibatasi karena latihan dan pertandingan saja, melainkan harus melaksanakan setiap hari. Dalam hal ini, seseorang tidak hanya mampu regenerasi setelah suatu rangasangan latihan yang dilakukan, tetapi juga bermanfaat untuk terapi, pencegahan, menghambat kemungkinan kelelahan yang akut dan latihan yang berlebihan. Perkembangan yang sama harus diberikan juga kepada berbagai siklus latihan ( seperti siklus mikro), dimana pertukaran intensitas pembebanan latihan yang tinggi dengan yang rendah harus dilaksanakan secara berkesinambungan. Hal yang sama apabila merencanakan siklus mikro, pelatih jangan sampai melakukan prinsip penambahan beban latihan yang bertahap dalam latihannya, dimana siklus terakhir merupakan suatu tahap terjadinya regenerasi (gambar : 11 ). Selanjutnya fase peralihan dalam rencana tahunan harus memiliki tahapan regenerasi sebagai tujuan utama dalam menghadapi perencanaan yang baru. Sedngkan pada perencanaan 4 tahun, tehun sesudah olimpiade memiliki tujuan yang sama pula.


    A.    Pertimbangan teoritis proses pulih asal
    Proses pulihasal adalah multidimensional dn tergantung dengan berbagai macam faktor. Dengan mengetahuinya, pe;atih dapat menerapkan teknik pulih asal dengan selektif sesuai dengan sifat individualnyamasing-masing. Pertimabgan-pertimbangan tersebut adalah:
    (1)   Usia berpengaruh kepada kecepatan pulih asal (Dragan dan Stanescu, 1971) Atlet yang lebih muda (18-22 th) akan membutuhkan sedikit waktu untuk pemulihan setelah latihan yang intensif atau pertandingan, karena mereka memiliki cadangan biologis yanbg lebih banyak.
    (2)   Pengalaman memainkan peranan yang penting, karena semakin berpengalaman seorang atlet akan dapat menyesuaikan dan mengatur lebih cepat terhadap rangsangan yang diberikan. Seperti atlet yang meiliki dasar pengalman latihan yang lama dan kuat, dapat menanggulangi tekanan yang lebih baik, artinya memiliki kemampuan kecepatan pulih asal yang efektif.
    (3)   Derajat latihan bentuk olahraga mempengaruhi percepatan pulih asal. Seorang atlet yang berda pada status latihanyang tinggi, memiliki reaksi fungsional yang kurang dramatis terhadap rangsanga latihan yang diberikan. Konsekuensinya atlet memmerlukan sedikit waktu untuk menyesuaikannya.
    (4)   Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi kapasitas pulih asal seseorang (Demeter, 1972). Atlet wanita cenderung memiliki kecepatan pulih asal yang lebih lambat dibandingkan pria, khususnya setealah latihan yang intensif (contohlatihn kekuatan). Ini terutama disebabkan adanya perbedaan sistem vegetatif indokrin.
    (5)   Faktor Cuaca, ketinggian tempat berlatih dan perbedaan waktu latihan mungkin merusak kecepatan pulih asal atlet dan pelatih harus memikirkan ini, apabila merencanakan jam atau jadwal altihan.
    Demeter (1972) juga menyebutkan, bhwa pulih asal fisiologis tergantung faktor berikut:
    (1)   Kecepatan prgantian zat-zat tenaga pada tingkat sel (sintesis ATP-PC)
    (2)   Pencapaian homeostatis atau status biologis yang normal, dan fungsi tubuh utama(sirkulo respiratory, endokrin dan system syaraf).
    (3)   Keterbatasn produk metabolisme (pembakaran zat makanan) dari sel dan organisme
    Dinamika pulih asal tidak membentuk suatu kurva yang linier (Florescu, dkk., 1969); melainkan merupakan suatu kurva yang secara cepat turun pada sepertiga pertama (70%) dan semakin kurang rastis selama sepertiga kedua (2%) dan  ketiga (10%).
    Faktor lain yang memberikan kemudahan terhdap pulih asal seseorang. Jadi melalui latiohan, seorang pelatih dan atlet harus menghindarkan suatu penamnpakan emosi yang negati atau perasaan seperti takut, keraguan, kurang memiliki kemauan dan tekad yang kuat, dan sebagainya. Seperti perasaan takut mungkin menjadi suatu tahanan tambahan terhadap seorang atlet. Jadi merusdak pulih asal. Selama sei pertandingan atau permainan adalah lebih penting apabila atlet tidak menderita kelelahan fisik atau psikologis setelah penampilan pertamanya. Kalau hal ini juga terjadi, penampilan berikutnya jelas akan dipengaruhi. Pencegahan kelelahan ayng dini mungkin dapat diperoleh melalu penerapan prinsip pembuatan model-model latohan. Dan aklhirnya apabila menderita kelelahan emosi yang tinggi setelah pertandingan atau latihan ayng terlalu berat, seseorang harus mencoba merubah lingkungan latihannya, seperti dalam melakyukan relaksasi psikologisnya.
    Gambar diamika kurva pulih asal
    Pulih asal dan berbagi parameter biologis dan alatnya terjadi dalam suatu hal yang berurutan. Sesuai dengan Dragan (1978) denyut nadi dan tekanan darah selama 20-60 menit setelah latihan dihentikan dijadikan sebagai parameter. Selanjutnya pemulihan glukosa terjadi antara 4-6 jam, protein 12-24 jam, danlemak, vitamin serta enzim lebih dari 24 jam.
    Efektifitas teknik pulih asal tergantung dari bagaimana itu diterapkan. Karena pulih asal sudah menjadi contoh regenerasi tertentu harus dilakukan setelah setiap season latihan.. bagaimanapun juga, kelihatannya bahwa kompensasi yang berlebihan lebih dipermudah dan kapsitas kerja organisme jelas meningkat apabila pengukuran pulih asal diambil 6-9 jam setelah haripertandingan atau latihan yang sangat intensif (Talyshev, 1977). Hal yang sama appabila selama setelah hari dimana pertandingan atau tes yang sangat penting, pernyataan di atas semakin disambung lagi. Disamping itu kalu latihan atau  pertandingan sampai jauh malam, maka pengukra disrankan pada pagi harinya, sehingga tidak harus memperlambat waktu untuk tidur. Dan akhirnya, sebelkum memberikan berbagai macam alat atau metode,peulih asal, penting untuk disebutkan lagi bahwa kerjasama yang baik antara pelatih dan dokter merupakan keharusan untuk emmemaksimalkan efektifitas regernarsi atlet serta pencegahan teerhadap kesalhan konsp. Sama halnya dengan perlunya paramedik yang diperbantukan untuk menggunakan teknik tertentu (seperti fisioterapi) atau saran-saran yang berhubungan dengan kemoterapi.
    1. CARA DAN METODE PULIH ASAL
    1. Pulih Asal Secara Alami
       a. Kinoterapi, suatu terapi melalui gerakan atau istirahat aktif merupakan cara yang penting dalam pulih asal dan regenerasi. Dasar ilmiah kinoterapi telah diungkapkan di  awal abad ini (1903) sewaktu Setchenov dan berikutnya Weber (1914) mendemonstrasikan bahwa otot yang lelah dapat meningkatkan kecepatan pulih asal dan selanjutnya terhadap kapasitas kerja, apabila selama istirahat, otot yang lain (antagonis) melakukan kegiatan daripada tidak aktif. Ini dijelaskan melalui efek kompensasi dimana latihan fisik membuat lelah SSP (Susunan Syaraf Pusat). Melalui pemindahan pusat eksitasi ke tempat yang lain, pulih asal dari sebelumnya akan meningkatkan eksitasi yangberlebihan pada pusat syaraf. Pulih asal terjadi lebih cepat dan lebih efektif dibanding dengan cara istirahat total. Kinoterapi diterapkan selama fase peralihan, sama halnya selama kelelahan emosional, apabila yang lain atau “latihan yang meningkat” harus dilakukan (Asmussen, 1936). Hal ini sama, cara pemulihan ini deterapkan juga untuk mencegah timbulnya kelelahan pada taraf yang tinggi, misalnya pada tingkat besi atau latihan kekuatan. Jadi latihan yang dilakukan dua kali dalam sehari, latihan hendaknya dibagi dengan badan atau tubuh bagian atas  dan kedua tubuh bagian bawah.
    b. Tidur, atau istirahat pasif secara nyata adalah merupakan cara yang fisiologis untuk memperbaiki kapasitas kerja organisme. Selama ini dapat kita terima bahwa atlit memerlukan tidur selama 9-10 jam atau 80-90% waktu malam. Keseimbangan mungkin dicapai dalam sehari, tetapi dengan catatan tidak mempengaruhi kerja atau jadwal latihan.untuk tidur atlti harus dibantu oleh ahli faal, sebagai hal yang dilakukan tanpa ada paksaan sesuai dengan waktu senggang yang tersedia. Sejauh menyangkut tidur di malam hari, atlit harus mngikuti jadwal dngan penuh semangat serta harus pergi tidur tidak lebih dari jam 22.30. untuk memberikan kesempatan tidur yang benar-benar rilek teknik relaksasi, massage, ruangan yang gelap, tenagn serta udara ayang bersih adalah dperlukan. Disampng itu, kegiatan yang merangsang emosinya dapat memberikan pengaruh yang merugikan dirinya.
    c. Gaya Hidup, pada umumnya berhubungan dengan keluarga dan teman sejawat, suasana dalam regu mungkin dapat berpengaruh terhadap kecepatan pulih asal seseorang. Suasana regu yang bersahabat, waktu senggang yang pantas dan bervariasi dan diskusi-diskusi dengan pelatih dapat mengembangkan sikap yang baik untuk suatu proses pemecaha masalah. Sama halnya diskusi ahli psikologi olahraga akan membantu atlit untuk mengembangkan suatu kerangka emosional dari pribadinya, dan yang baik untuk memperkuat keinginan, serta membentuk karakter. Sebagai akibatnya, bahwa suatu keseimbangan yang baik pada gaya hidup dengan kerja yang baiksecara tidak langsung akan memberikan kemudahan terhadap kecepatan pulih asal.
    2. Cara-Cara Fisioterapi Pulih Asal
          a. Masase, dilakukan dengan cara khusus (manual, mekanis, atau elektrik) akan memberikan kemudahan dalam membatasi zat-zat beracun (produksi metabolisme enersi) dari jaringan, mereaktifasi sirkulasi perifer, mempercepat pembuangan, menurunkan ketegangan otot dan meningkatkan fungsional dan kegiatan syaraf otot. Zalessky (1977) menyatakan secara tidak langsung, bahwa massase dalam air memilki manfaat yang lebih banyak dan menyeluruh terhadap tubuh. Masase sendiri dapat dilakukan dalam 15-20 menit sebelum latihan (setelah melakukan pemanasan umum), 8-10 menit mandi sesuai latihan atau 20-30 menit setelah mandi panas atau sower.
          b. Rangsanga Elektro dan Ultra-Sound, kedua teknik yang disarankan oleh fisioterapi, sangat bermanfaat terhadap relaksasi seseorang serta usah pulih asal. Rangsangan elektro terhadap otot memperbaiki perdaran darah local serta metabolisme pada otot (Zalessky, 1977). Sedang ultrasound yang thermal atau yang fisio-kimia berpengaruh terhadap jaringan yang lebih dalam, membatasi rasa sakit pada tendon dan ligament dan memiliki pengaruh anti inflamatorik pada trauma kecil, yang kadang kala merupakan efek sampingan dari latihan yang intensif.
          c. Balneo-Hidroterapi, suatu cara yang dilakukan dengan prophilaktik ruang. Hidroterapi ( mandi dan sower ) memiliki pengaruh reflektis terhadap system syaraf dan endokrin ( Zalessky, 1977 ), yang juga memiliki pengaruh pada organ dan jaringan. Sower panas ( 38 – 42* ) dalam 8-10 menit memberikan kemudahan dalam sirkulasi darah, artinya mempercepat pulih asal. Karena ada efek relaksitori, mandi panas, sauna dan sower menurunkan reaksi gangguan pada persyarafan, memperbaiki tidur dan menormalkan proses metabolisme ( Serban, 1979 ). Termoterapi ( sauna, mandi panas dan sewer ) pada temperature yang tinggi ( 40-80* ) dilakukan sekali seminggu selama 10 – 15 menit. Pengaruhnya adalah vasodilayasi melalui persiapan, pembatasan racun dari sel otot akan mengurangi eksibilitas SSP ( Dragan, 1978 ). Wickstrom dan Polk ( 1961 ) menyatakan bahwa termoterapi semacam itu menghasilkan efek fisiologis yang membutuhkan 2 jam istirahat untuk mencapainya.
    3. Aeroterapi
          a. Oksigenoterapi. Seringkali atlit mengalami kekurangan oksigen yang diakibatkan oleh kebutuhan oksigen yang tinggi seiring dengan latihan mereka. Dragan ( 1978 ) mengemukakan bahwa suatu penurunan derajat kejenuhan oksigen sebesar 85% keadaan normal, akan mengarah menuju penurunan dalam rentangan konsentrasi seseorang. Pada 75% akan dihadapkan kepada penurunan kekuatan dan pada 70% seseorang akan berada pada keadaan depresif. Oleh karena itu, untuk menanggulangi penurunan kejenuhan oksigen dan penambahan pada organisme, latihan dan pernafasan harus juga dilakukan. Juga menghisap oksigen buatan sebelum dan selama turun minum atau setelah pertandingan. Hal terpenting bagi atlit adalah meneruskan penyegaran udara dalam ruang ganti pakaian olahraga untuk menjamin proposisi oksigen yang sepadan.
          b. Aeroinoterapi, didalam udara atmosfir ada sejumlah partikel yang diisi secara elektro positif dan negatif (aeroion positif an negatif). Elektro negatif, seperti yang dikemukakan oleh Dragan (1978), akan memberikan kemudahan pulih asal yang cepat pada p[eredaran darahdan pernafasasn, merelaksasi sistem syaraf dan psikis serta dapat meningkatkan kapasitas kerja seseorang. Beberapa cara terapi mungkin dapat diperoleh melalui cara alami, melalui perawatan pada tempat ketinggian tertentu atau berjalan kaki melalui taman atau hutan, atau secara buatan melalui penempatan peralatan di dalam ruang / gedung yang menghasilkan aerion negatif.
          c. Perawatan di Tempat Yang Tinggi, memiliki efek yang nyata terhadap pulih asal seseorang, mungkin ditingkatkan apakah itu melelui latihan atau istirahat aktif selama 1-2 pada suhu sub-alpine. Pada ketinggian ini (600-1000 meter), tekanan atmosfer adalah rendah serta sinar matahari khususnya ultraviolet memiliki intensitas lebih tinggi dan lebih lama. Kaedaan seperti ini sangat menyenangkan dan membantu atlit menjadikan fungsi organnya menjadi lebih baik, artinya memberikan kemudahan pulih asal yang lebih cepat dan perbaikan kapasitas kerja ( dragan dan Stanescu, 1971 ). Setelah kembali dari pegunungan, akan ada suatu fase kritis untuk menyesuaikan kembali delama 3-5 hari, seandainya partisipasi dalam pertandingan tidak disarankan. Bagaimanapun juga, perubahan yang positif terjadi pada organisme atlit setelah perawatan ditempat yang tinggi selama 1-2 bulan ( Bucur, 1979 ).
    4. Refleksoterapi
          a. Acupressure, berasal dari metode cina yaitu akupuntur, adalah suatu teknik dimana seseorang ditekan dengan ibu jari dan telunjuk pada syaraf perifer yang khusus untuk menghilangkan rasa yang tidak menyenangkan. Juga pelaksanaannya dapat mempercepat penyembuhan dan membantu menghilangkan tekanan psikologis, keadaan emosi yang tinggi, pesimistis dan sebagainya. Teknik yang dilakukan dalam waktu yang pendek (5 menit) melalui masase friksi pada tubuh tertentu, dapat dilakukan sebelum, selama beristirahat dan setelah pertandingan atau latihan yang intensif (Dragan, 1978 dan Bucur, 1979). Ini benar-benar dirasakan dan disarankan  bahwa dokter yang ditanya untuk suatu saran khusus dalam hal ini.
          b. Vagal-Refleksoterapi, (pada syaraf vagus) teknik ini digaunakan untuk merangsang sistem parasimpatik vegetatif (syaraf otonomik) yang mengatur proses pulih asal organisme secara keseluruhan (popescu, 1975). Untuk meningkatkan kecepatan pulih asal, penulis diatas menyarankan untuk menggunakan teknik-teknik yang dapat merangsang refleksi perifer. Konsekwensinya tekanan pada ultratoracis atau manuver usaha dilakukan oleh dokter mungkin dpat menenangkan fungsi rangsang jantung yang mungkin akan lebih nyata lagi kalau itu dilakukan di akhir kerja yang intensif. Hal yang sama adalah sedikit tekanan oleh jari diatas lensa mata dapat memberikan pengaruh yang menenangkan sistem sirkulasi, khususnya pada sirkulasi serebral. Hal lain, perasaan regenerasi yang baik dn keseimbangan fungsional mungkin dicapai dengan cara meletakkan handuk panas pada muka atlit dan dengan semprotan udara hangat (dengan pengering rambut) pada pundak.
    5. Kemoterapi
          vitamin sudah dinyatakan sebagai suatu aset penting terhadap usaha prestasi serang atlit ( Sauberlich dkk, 1974; Dragan, 1978; Bucur, 1978) mungkin dipakai untuk menambah kebutuhan tenaga, khususnya pada semua yang memiliki toleransi kerja rendah (Zalssky, 1979), sama halnya terhadap peningkatan regenerasi. Vitamin B6,12 dan 16 dapat memenuhi peranan katalisis, mempercepat reaksi oksidasi. Vitamin H,PP, D2 dan E untuk melawan kelelahan, sakit otot, anemia dan dapat memberikan kemudahan dalam metabolisme otot. Vitamin, sejalan dengan obat-obatan, obat tradisional yang dipergunakan sesuai saran dokter. Bucur (1979) menyatakan, bahwa kemoterapi harus dipertimbangkan sesuai dengan karakteristik cabang olahraga yang bersangkutan.
          Jadi:
          (1). Untuk cabang olahraga yang berjangka waktu pendek sampai 60 detik dipakai vitamin B12 5 mg, vitamin B2 10 mg, garam potasium 200 mg, calsium 75 mg, magnesium 250 mg, zat besi 1, 5 mg, glikokol 150 mg dan fruktosa 5 mg.
          (2). Untuk olahraga yang berjangka waktu panjang/lama yang lebih dari 60 detik : vit. B12 10 mg, vit. B2 20 mg, potasium 500 mg, kalsium 75 mg, magnesium 250 mg, zat besi 3, 5 mg, glikokol 200mg, dan fruktosa 5 mg.
          (3). Untuk cabang olahraga yang memerlukan komponen psikologis tinggi: Vit. B12 10 mg, vit. B2 20 mg, vit. B6 30 mg, garam potasium 300 mg, kalsium 75 mg, magnesium 250 mg, phosphor 20 mg, zat besi 1, 5 mg, glikokol 150 mh, dan fruktosa 5 mg.
    6. Pulih Asal Secara Psikologis
    kellahan timbul pada SSP karena regenerasi sel syaraf tujuh kali lebih rendah dari sel otot (Krestovnikov, 1938), perhatian yang lebih banyak harus diarahkan pada pulih asal saraf psikologis. Apakah SSP yang mengkoordinasikan semua kegiatan manusia diperbaiki, maka atlit dapat berkonsentrasi lebih baik terhadap tugas yang harus dilakukannya, menampilkan ketrampilan yang lebih tepat, bereaksi lebih cepat, lebih bertenaga terhadap rangsangan dalam maupun luar dan secara pasti memaksimalkan kapasitas kerjanya. Propilaksis kelelahan melalui cara kejiwaan harus mempertimbangkan dasar-dasar motivasi, mengetahui bahwa kelelahan merupakan akibat latihan yang normal, menanggulangi stress dan frustasi, model latihan untuk penyesuaian terhadap tekanan pertandingan yang berfariasi dan pentingnya susunan dalam regu yang menyenangkan. Sejauh terapi kelelahan dipertimbangkan, rangsangan diri, latihanyang bersifat psikotomis dan sejenisnya adalah cara yang efisien. Dan pelatih harus memperhatikannya. Pelatih yang tidak mengenal metode pulih asal psikologis dan relaksasi harus bertanya kepada ahli ilmu jiwa olahraga untuk meminta bantuan yang cukup serta untuk pengajaran.
    1. Pulih Asal Khusus Untuk Olahraga Tertentu
    Cara pulih asal seseaui dengan sistem yang dipengaruhi selama latihan dan pertandingan. Fungsi sistem tertentu dipengaruhi untuk diselaraskan dengan kapasitas kerja organisme  yang akan datang atau untuk penampilan unjuk kerja olahraga. Walaupun pulih asal organisme itu cepat, melakukan beban latihan atau memperoleh yang diidam-idmkannya. Oleh karena itu, pengukuran pencegahan harus diambil oleh pelatih atau tenaga ahli pada bidangnya. Dragan (1978) da Bucur (1977) menyebutkan bahwa teknik pulih asal berikut yang secara ritual cocok untuk semua atlit.
    a.       Untuk Sistem Neuro-Psikological, memakai relaksasi psikotonik, latihan yoga, accupressure, oxygenotherapi, aeroiontherapi, balneo-hydrotherapy, massase dan chemotheraphy.
    b.      Untuk sistem syaraf Otot, dipakai cara balneo-hydrotherapy, massase, relaksasi psikotonik, latihan yoga, accupressure, diet kaya alkalin dan mineral serta chemotherapy.
    c.       Untuk Sistem Metabolisme Endokrin, dipakai oxygenotherapy, latihan psikotonik, massase, accupresure, kinotherapy, dan diet kaya alkalin dan mineral.
    d.      Untuk sistem Kardiorespiratori, memakai oxygenotheraphy, balneo-hydrotheraphy, dan diet kaya alkalin.
    Berdasarkan atas karakteristik dari cabang olahraga, serta tuntutan latihannya, bucur (1979) mengemukakan tentang bidang-bidang yang mana saja dari theraphy tersebut dapat dipakai oleh berbagai cabang olahraga. Melelui pengetahuan ini, pelatih dan tenaga ahli memilih dan melaksanakan teknik pulih asal yang mencukupi. (tabel: 14).
    Tabel: 14. Parameter biologis yang sesuai dalam latihan beberapa cabang olahraga.

    No
    Olahraga
    Parameter
    1
    Atletik:
    -Lari cepat

    -No.Lari jarak menengah
    -No. Lari jarak jauh
    - No. Lompat
    -No. Lempar

    -Sayaraf otot, metabolisme endokrin, syaraf psikologis.
    -Kardirespiratori, syaraf psikologis, syaraf otot.
    -Metabolisme, kardiorespiratori, syaraf otot.
    - Syaraf otot, syaraf psikologis.
    - Syaraf psikologis, metabolisme, syaraf otot.

    2
    Bola Basket
    -Syaraf psikologis, metabolisme, syaraf otot.
    3
    Kano
    -Syaraf psikologis, metabolisme-endokrin, syaraf otot.
    4
    Anggar
    -syaraf psikologis, metabolisme-endokrin,  syaraf otot, kardiorespirasi.
    5
    Senam
    -Syaraf psikologis, metabolisme-endokrin, syaraf otot.
    6
    Bola Tangan
    - Syaraf psikologis, metabolisme, syaraf otot.
    7
    Dayung
    - Metabolisme, kardiorespirasi, syaraf otot.
    8
    Rugby
    - Metabolisme, kardiorespirasi, syaraf otot.
    9
    Sepakbola
    -Syaraf psikologis, syaraf otot,metabolisme-endokrin.
    10
    Renang
    -Kardiorespirasi, metabolisme, Syaraf psikologis.
    11
    Tenis Meja
    - Syaraf psikologis, syaraf otot.
    12
    Bola Voli
    - Syaraf psikologis, syaraf otot, metabolisme.

    2. Cara Pulih Asal Yang Berhubungan Dengan Pertandingan.
    a. SEBELUM PERTANDINGAN (1-2 Hari). Syaraf otot dan relaksasi psikologis harus benar-benar menjadi bahan pertimbangan, sehingga atlit dapat mengawali pertandingan dengan regenerasi yang benar-benar sempurna. Cara atau teknik pulih asal yang mungkin dapat dipakai adalah latihan psikotonik, balneo-hydrotheraphy, massase, dan istirahat pasif (10 jam tidur). Diet harus seimbang secara kwalitatif yaitu 60% glucid, 20% lemak, dan 20% protein (Dragan, 1978). Tambahan lainnya adalah bermacam-macam minuman, buah-buahan, dan sayur-sayuran harus dapat menjamin diet yang kaya akan bahan alkalin, mineral serta vitamin. Chemotheraphy harus dipertimbangkan sesuai dengan anjuran dokter.
    b. SELAMA PERTANDINGAN.diantara nomor pertandingan, pemanasan atau bahkan pada turun minum, teknik pulih asal hendaknya diberikan untuk memperoleh keadaan yang lebih tenang, tidak hanya pada syaraf-psikologis saja tetapi juga berbagai fungsi fisiologis. Selama masa turun minum sambil bersiap-siap memasuki babak berikutnya, seseorang dibenarkan untuk minum dengan sari buah dan sedikit glukosa (20 gr) dan dan garam yang dapat ditambahkan untuk  mengganti apa yang telah terbuang selama babak pertama. Massase yang dilakukan sendiri selama 5 menit dapat memberikan rasa rilek pada lelompok utama yang terlibat dalam kegiatan.

    Diantara nomor-nomor atau permainnan pendekatan yang sedikit berbeda harus dipertimbangkan. Atlit harus beristirahat pada tempat yang nyaman, dimana eksitasi pertandingan diusahakan tidak terlalu dekat dengannya. Selama waktu yang dipergunakan ini, hendaknya diberikan baik itu secara psikologis maupun secara syaraf otot. Massase, accupressure, oxygenotheraphy, dan relaksasi psikotonik sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan diatas. Secara pasti, atlit harus memakai pakaian yang kering dan hanga.  Selimut juga dapat dipakai untuk menutupi badan atlit, sehingga pengeluaran keringat akan semakin mudah (dengan cara ini pembakaran zat makanan akan dibatasi, artinya dapat meningkatkan kecepatan pulih asal). Sepanjang istirahat, cairan alkalin dpat memberikan keseimbangan terhadap keseimbangan keasaman organisme, karena itu perlu diberikan minuman sewaktu turun minum. Kalau terjadi suatu penjarakan bermain kurang dari 4 jam, maka hanya minuman bergizi saja yang perlu diberikan, sehingga sistem penyerapan tidak terlalu dibebani.
    c. SETELAH PERTANDINGAN. Jika mungkin hanya ada beberapa orang pelatih atau atlit  daja yang perduli dengan pulih asal, tetapi mungkin masih ada juga yang mengkhawatirkan regenerasi kejiwaan-fisiologis setelah bertanding. Untuk itu, penggunaan sejumlah variasi teknik pulih asal, akan membuat proses pemulihan berlangsung dengan lebih cepat dan mudah, sehingga efektifitas atlit dalam latihan dapat dimulai lagi dalam satu hari atau dua hari berikutnya.
    Kegiatan fisisk diakhir pertandingan tidak harus dihentikan secara total. Melanjutkan latihan yang sedang (joging) sangat penting membatasi metabolit yang berlebihan padasel otot. Untuk cabang olahraga anaerobik, hutang oksigen yang diderita selama bertanding, akan diganti setelah menit-menit akhir dalam pertandingan. Dalam contoh ini, menambah dengan latihan ringan selama 10-15 menit adalah sangat penting dalam pemulihan asal. Teknik yang perlu dilakukan adalah: hydrotherapy selama 15 menit, massase, aeroinotheraphy, relaksasi psikologis dan sebagainya. Utnuk cabang olahraga aerobik, sebagai pertandingan pokok adalah proses homeostasis (stabilitasi fungsi internal selama 15-20 menit ) dimana dlam waktu itu tubuh akan membuang zat-zat beracunnya. Bisa juga dilakukan denga teknik lain seperti: aerinotherapy, hydrotherapy selama 15 menit, massase dan relaksasi psikologis. Pada kedua contoh diatas, hendaknya diberikan pula minuman, sehingga apa yang terbuang melalui keringat dapat diganti kembali. Minuman alkalin (susu, sari buah) yang diperkaya dengan mineral, glokosa dan vitamin sangat dianjurkan untuk digunakan (Dragan, 1978). Rlaksasi yang cukup, khususnya dengan cara psikotonik, dapat menghilangkan stress dan bahkan perasaan frustasi serta memudahkan tidur dengan nyaman atau istirahat.
    Selama 1-2 hari setelah bertanding, diet penyembuhan harus kaya akan vitamin dan alkalin (selada, buah-buahan, susu, sayur-sayuran dsb). Makanan kaya protein tidak dianjurkan pada masa seperti ini (Bucur, 1979). Selama waktu ini, cara pulih asal yang lain juga harus dilakukan seperti massase, accupressure, relaksasi psikologis, chemotherapy dan sebagainya. Sedangkan alkohol, merokok dan sex harus dibatasi.
    3. Cara-Cara Yang Tepat dari Pulih Asal
    Latihan yang efektif membutuhkan pulih asal yang tetap dan dengan teknik yang sudah ditetapkan. Namun begitu, harus tetap dapat dipertahankan kondisi kapasitas dan psikolopgis yang tinggi utnuk mencapai tujuan latihan. Secara singkat dikemukakan beberapa cara yang permanenen dalam proses pemulihan tersebut, yaitu:
    a.       Pertukaran yang rasional antara kerja dengan fase regenerasi.
    b.      Berusaha untuk dapat membatasi tekanan sosial.
    c.       Membuat suasana kelompok yang menyenangkan, tenang, percaya serta penuh suasana yang optimis dari para pemain.
    d.      Diet yang benar dan bervariasi sesuai dengan cabang olahraga dan fase latihannya.
    e.       Pemantauan yang terus menerus terhadap kondisi kesehatan atlit.
    4. Cara-Cara Pemantauan Pulih Asal
    diantara sejumlah cara yang sederhana dan dapat dilakukan oleh pelatih untuk menentukan keadaan pulih asal setelah latihan adalah sebagai berikut:
    a.                      Melihat bentuk olahraga, yang dinyatakan dengan derajat efektifitas latihan seseorang, memenuhi tujuan latihan yang mencukupi atau sejumlah ukuran tes yang dilakukan.
    b.                     Selalu waspada terhadap sikap atlit. Kesadaran diri dan optimis dalam latihan, hubungan baik sesama teman serta bereaksi positif secara umum terhadap variasi kegiatan dalam latihan, hal ini memudahkan bahwa beban latihan sesuai dengan kapasitas pulih asal setiap atlit.
    c.                      Keadaan kesehatan atlit, dipantau dengan cara melihat kecepatan pulih asalnya. Organisme yang sngat lelah dan tidak bisa regenerasi, akan mempengaruhi fungsi yang normal pada sistem sirkulasi (Bucur, 1979).
    d.                     Mencatat kemauan dan semangat atlit, sangat diharapkan dapat memperbaiki penampilan perseorangan, selera, kondisi tidur, emosi yang berimbang, akan menandakan pulih asal atlit.
    e.                      Mengawasi variasi berat badan sekitar 1 kg lebih dari 24 jam, menunjukkan pulih asal yang normal, penambahan dan penurunan dari angka 1 kg tersebut, menunjnuikkan berat badan bertambah, berarti beban latihannya ringan, dan penurunan yang berat menunjukkan beban latihan yang mengakibatkan proses regenerasi yang tidak tepat.
    f.                      Pengukuran denyut jantung, merupakan indikasi fisiologis yang penting dari keadaan pulih asal. Dragan (1978) menyatakan, bahwa perbedaan yang lebih besar dari 8-16 denyutan per menit antara denyut nadi istirahat yang diambil dari sikap berbaring dan sikap berdiri, menunjukkan kecepatan pulih asal yang rendah, oleh karena itu program latihan harus di rubah.