Jogja semakin macet. Hal itu mungkin dapat terlihat pada saat pagi hari yaitu pada jam berangkat kerja atau sekolah dan siang hari.
Penyebab utama kemacetan yang kian parah adalah meningkatnya volume
kendaraan yang beroperasi, sementara penambahan kapasitas jalan tidak
mencukupi. Tidak heran jika para pengguna jalan saling berebut
menggunakan kapasitas jalan raya agar tidak terlambat tiba di tujuan.
Bagi masyarakat umum memang tidak ada
pilihan lain selain berupaya sendiri untuk berebut lahan jalan dan
memanfaatkannya semaksimal mungkin. Namun bagi pejabat ataupun orang
yang mampu, upaya untuk berebut lahan jalan raya bisa menjadi lebih
mudah dengan menggunakan jasa pengawalan menggunakan mobil/motor polisi
(voorrijder). Mobil/motor polisi inilah membunyikan sirine untuk meminta
pengguna jalan lain memberi jalan terhadap yang dikawalnya.
Yang akan diungkapkan di sini adalah cerita dimana saat pagi tadi melintas jalan Ring-road utara tepatnya di perempatan jalan Monjali (sebelah timur Monumen Jogja Kembali), saat berusaha untuk mengejar lampu hijau ternyata tidak bisa karena di-stop oleh polisi. Saat diperhentikan itulah ada pemikiran "siapakah pejabat yg akan lewat?", karena cukup lama dihentikannya sekitar 7 menit lebih. Karena kebetulan lagi lagi tidak buru-buru jadi mungkin bisa menikmati suasana saat itu tapi mungkin hal yang berbeda pasti dialami oleh pengguna jalan yang sedang terburu-buru. Setelah sekian lama menanti akhirnya lewat juga rombongan mobil/motor polisi
(voorrijder)yang mengiringi rombongan tamu negara. Setelah dapat berjalan kembali, dalam hati berpikir "enak juga ya kalo dapet fasilitas kayak gini", tapi apakah hal itu juga menyenangkan bagi pengguna jalan yang lain?.Hal ini tentu saja memunculkan pertanyaan mengenai siapa saja yang bisa memperoleh prioritas dalam menggunakan jalan raya?
Pada dasarnya semua orang mempunyai hak
yang sama dalam berlalu lintas. Tidak ada seorang pun mempunyai hak
untuk diutamakan, kecuali didasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang ada memberikan peluang
bagi orang tertentu atau kendaraan yang digunakan bagi keperluan
tertentu mendapatkan prioritas menggunakan jalan untuk berlalu lintas.
Hak utama itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun
1993.
Dalam Pasal 65 ayat 1 disebutkan, pemakai jalan wajib mendahulukan sesuai urutan prioritas sebagai berikut:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit
c. Kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas
d. Kendaraan Kepala Negara (Presiden dan Wakil Presiden) atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara
e. Iring-iringan pengantar jenazah
f. Konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat
g. Kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit
c. Kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas
d. Kendaraan Kepala Negara (Presiden dan Wakil Presiden) atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara
e. Iring-iringan pengantar jenazah
f. Konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat
g. Kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.
Dari ketentuan yang tercantum dalam PP
No. 43 tahun 1993 tersebut jelas siapa-siapa yang bisa mendapatkan
perlakuan prioritas. Kita dapat memaklumi bahwa prioritas tersebut
diberikan guna mempercepat kendaraan agar tiba di tujuan tepat waktu. Untuk aturan mengenai konvoi kendaraan juga diatur oleh UU No.22 tahun 2009 tentang
Lalu Lintas & Angkutan Jalan khususnya pasal 134 & 135. Siapa
sajakah yang berhak mendapat prioritas utama di jalan raya ???(1) Pemakai jalan wajib mendahulukan sesuai urutan prioritas sebagai berikut :
a. kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
d. kendaraan pimpinan Lembaga Negara RI;
e. Kendaraan pimpinan & pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. iring2an pengantar jenasah;dan;
g. konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara RI.
b. ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
d. kendaraan pimpinan Lembaga Negara RI;
e. Kendaraan pimpinan & pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. iring2an pengantar jenasah;dan;
g. konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara RI.
(2) Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam
pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara RI dan/atau
menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.
(3) Petugas Kepolisian Negara RI melakukan pengamanan jika mengetahui adanya pengguna jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Alat pemberi isyarat lalu lintas tidak berlaku bagi kendaraan
yang mendapatkan hak utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 134.
Pada UU tadi juga dijelaskan ada sanksinya bagi pengguna jalan yang
tidak memberi kesempatan kepada kendaraan2 prioritas yang isinya “Setiap
orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar
ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor
yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134
dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling
banyak Rp 250 ribu”.
Ternyata bisa kena denda atau bahkan pidana kurungan!apakah prioritas pengguna jalan harus mengorbankan pengguna jalan yang lain?kenapa sesama pengguna jalan tidak mendapatkan perlakuan yang sama jika rombongan itu yang melanggar?
Untuk sekedar pembanding, di beberapa negara Uni Eropa (UE), khususnya
dalam hal pemberian prioritas bagi pejabat, hal tersebut hanya diberikan
kepada kepala negara/pemerintahan seperti raja/ratu atau perdana
menteri serta tamu negara setingkat Kepala Negara/Pemerintahan. Kepada
mereka diberikan voorrijder untuk memperlancar perjalanan. Adapun
pejabat dibawahnya, termasuk wakil perdana menteri dan para menteri,
tidak berhak untuk mendapatkan pengawalan voorrijder. Saking tegasnya
penerapan peraturan di jalan raya, terkadang memunculkan kekakuan dalam
masalah keprotokolan. Alasan pihak protokol Belgia untuk tidak memberikan prioritas terhadap
pejabat setingkat menteri karena sebagai host country dari Markas Besar
UE, hampir setiap hari Brussels dikunjungi banyak pejabat tinggi negara
termasuk para menteri, baik dari sesama negara anggota UE maupun non-UE.
Kalau kepada mereka diberikan prioritas seperti penyediaan voorrijder,
seberapa banyak tenaga dan kendaraan yang dibutuhkan. Meskipun Belgia
termasuk negara yang memiliki GNP tinggi (sekitar US$ 35 ribu), namun
dalam rangka efisiensi dan efektifitas tetap saja harus melakukan
perhitungan anggaran dengan cermat. Belum lagi pemberian prioritas akan
memacetkan jalan raya dan merugikan para pengguna jalan lainnya, yang
notabene adalah para pembayar pajak.
Beruntung Indonesia tidak setiap hari menerima kunjungan kepala
negara/pemerintahan atau menteri negara asing. Sehingga tidak setiap
hari pula kita melihat pemandangan sebuah jalan raya ditutup karena ada
pejabat tinggi atau tamu negara akan lewat. Namun demikian, hal tersebut
bukan berarti membenarkan pemberian prioritas penggunaan jalan raya
kepada siapa pun. Selain menimbulkan kejengkelan dan perasaan iri,
memprioritaskan penggunaan jalan bagi mereka yang tidak berhak justru
memperlihatkan sikap kesewenang-wenangan dan pengabaian hak-hak pemakai
jalan lainnya.
Beruntunglah Jogja belum super macet seperti kota-kota lainnya, dan yang lebih beruntung adalah jalan yang dilalui adalah jalan ringroad,bukan jalan protokol semacam Malioboro dan sekitarnya. Tidak bisa dibayangkan akan bagaimana keadaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar